Gemercik Dunia Subuh
dunia subuh menggemakan gita yang merdu
menaburkan denyut yang sempurna
di dalam
tetesan embun
dan selimut pedut jagat raya.
sungguh aku berlutut di bawah fajar
dan sisa-sisa renggam semalam.
merenung bahagia dalam
pesona mentari
dan
gemercik burung pagi.
pegeer-i 8 september 2008
Akanku Katakan Cintaku Padamu Kepada Bidadari Yang Berselimut Kelembutan
:adek
Pada setiap langkahmu menebarkan keharuman cinta yang merasuk dalam setiap detik nafasku, lalu
Jemarimu mengandung desah malaikat
yang terpancar lembut hingga
menghujam degup jantung hatiku yang bergolak.
Aku meluruh dalam kabut senja yang menguning
bersama turunnya lembayung yang memudarkan keletihanku di waktu sore,
Buih berguling bersama rinduku
pada cintaku yang jatuh di dalam samudera kerinduan,
lalu serpihan rindu itu berkeping terserak dalam luasnya altar kehidupan,
Seperti tebaran pasir yang tergelar di bawah kabut pantai senja.
Aku melambung bersama desah nafasmu
yang berat, lalu hatiku membujuk dan terlelap dalam kerinduan hatimu.
Tebaran keharuman yang kau percikan
lewat selaput anggunmu meluluhkan
dan membinasakan segala rindu
yang membelenggu pada setiap inci di dalam ruang jiwaku, lalu kerinduanku melumatkan ketakutanku yang melesat bersama bidadari yang berselimut kelembutan.
Aku menjadi nyaris tak bisa menahan
segala terpaan kegelisahan yang memuat tentang kisahku dan kisahmu,
tentang cerita kita yang sedang dituliskan dengan tinta kerinduan dari dalamnya kepekatan hati yang terjaga oleh
malaikat-malaikat berwajah garang.
Ketakutanku kemudian membekukan tubuhku yang terbujur dalam sangkar yang sangat megah, namun hatiku ini senantiasa
bersenandung untuk kasihku yang bersembunyi
di balik mataku,
dan biarkan tubuhku yang tak pernah lupa melantunkan tentang syair cinta
untuk hatimu, hingga lantunan itu
berubah menjadi dzikir
di dalam siang dan malamku
Wahai perempuan,
Engkau akan menjadi kekasihku,
akan kukatakan cintaku padamu,
kepada angin dan pepohonan yang menebarkan rinduku kepadamu, menggoyangkan tulang rusukku, Hingga aku tak mampu lagi mengingat memoriku yang membenam.
Sekarang di dalam ranjang, engkau mulai mengingat rindumu kemarin yang terselip dalam kantong hitam dengan sebungkus wafer coklat saat engkau berbisik
di dekat telinga kiriku dengan tamparan angin sore di beranda pantai.
Dan engkau adalah belahan jiwaku
yang terpisah, kini telah lengkap satu raga dengan jiwaku yang lama berpisah,
seperti adam dan hawa yang telah terpenjara oleh cinta.
Telah ku pinjamkan tulang rusukku kepadamu saat benih belum mampu berkata tentang cinta dan rinduku.
Kini engkau kembali membawa setengah
dari nyawaku yang telah lama
ku panggil lewat sajak dan dzikir.
Kembali pasir itu mengulum jemarimu
yang basah oleh kabut dan tetesan air mataku,
lalu dongeng itu kuperdengarkan kepadamu tentang ketakutanku akan dirimu, kelembutan hatimu tak mampu menggantikan segala daya dari energi cinta.
Dekapan jemarimu membasuh luka yang terjurai di dalam jiwaku menentramkan pemberontakan cintaku kepadamu, hingga mendung berselimut larut dalam kedukaan di waktu siang.
Wahai pelindung kasih sayang
yang menghidupkan perasaanku dengan embun di antara bunga dan aroma kasih terasa di sepanjang jalan semerbak seperti dahan dan ranting.
Dan dalam kesunyian itu pun,
engkau menyulam namaku di atas semua huruf tentang namamu, hingga makna itu terjalin erat seperti yang telah ditakdirkan.
Maka demikianlah, kerinduanku telah terselubung ke dalam namamu dan menjadi pasangan jiwa atas namamu dan namaku.
Samirono, Agustus ’04
dunia subuh menggemakan gita yang merdu
menaburkan denyut yang sempurna
di dalam
tetesan embun
dan selimut pedut jagat raya.
sungguh aku berlutut di bawah fajar
dan sisa-sisa renggam semalam.
merenung bahagia dalam
pesona mentari
dan
gemercik burung pagi.
pegeer-i 8 september 2008
Akanku Katakan Cintaku Padamu Kepada Bidadari Yang Berselimut Kelembutan
:adek
Pada setiap langkahmu menebarkan keharuman cinta yang merasuk dalam setiap detik nafasku, lalu
Jemarimu mengandung desah malaikat
yang terpancar lembut hingga
menghujam degup jantung hatiku yang bergolak.
Aku meluruh dalam kabut senja yang menguning
bersama turunnya lembayung yang memudarkan keletihanku di waktu sore,
Buih berguling bersama rinduku
pada cintaku yang jatuh di dalam samudera kerinduan,
lalu serpihan rindu itu berkeping terserak dalam luasnya altar kehidupan,
Seperti tebaran pasir yang tergelar di bawah kabut pantai senja.
Aku melambung bersama desah nafasmu
yang berat, lalu hatiku membujuk dan terlelap dalam kerinduan hatimu.
Tebaran keharuman yang kau percikan
lewat selaput anggunmu meluluhkan
dan membinasakan segala rindu
yang membelenggu pada setiap inci di dalam ruang jiwaku, lalu kerinduanku melumatkan ketakutanku yang melesat bersama bidadari yang berselimut kelembutan.
Aku menjadi nyaris tak bisa menahan
segala terpaan kegelisahan yang memuat tentang kisahku dan kisahmu,
tentang cerita kita yang sedang dituliskan dengan tinta kerinduan dari dalamnya kepekatan hati yang terjaga oleh
malaikat-malaikat berwajah garang.
Ketakutanku kemudian membekukan tubuhku yang terbujur dalam sangkar yang sangat megah, namun hatiku ini senantiasa
bersenandung untuk kasihku yang bersembunyi
di balik mataku,
dan biarkan tubuhku yang tak pernah lupa melantunkan tentang syair cinta
untuk hatimu, hingga lantunan itu
berubah menjadi dzikir
di dalam siang dan malamku
Wahai perempuan,
Engkau akan menjadi kekasihku,
akan kukatakan cintaku padamu,
kepada angin dan pepohonan yang menebarkan rinduku kepadamu, menggoyangkan tulang rusukku, Hingga aku tak mampu lagi mengingat memoriku yang membenam.
Sekarang di dalam ranjang, engkau mulai mengingat rindumu kemarin yang terselip dalam kantong hitam dengan sebungkus wafer coklat saat engkau berbisik
di dekat telinga kiriku dengan tamparan angin sore di beranda pantai.
Dan engkau adalah belahan jiwaku
yang terpisah, kini telah lengkap satu raga dengan jiwaku yang lama berpisah,
seperti adam dan hawa yang telah terpenjara oleh cinta.
Telah ku pinjamkan tulang rusukku kepadamu saat benih belum mampu berkata tentang cinta dan rinduku.
Kini engkau kembali membawa setengah
dari nyawaku yang telah lama
ku panggil lewat sajak dan dzikir.
Kembali pasir itu mengulum jemarimu
yang basah oleh kabut dan tetesan air mataku,
lalu dongeng itu kuperdengarkan kepadamu tentang ketakutanku akan dirimu, kelembutan hatimu tak mampu menggantikan segala daya dari energi cinta.
Dekapan jemarimu membasuh luka yang terjurai di dalam jiwaku menentramkan pemberontakan cintaku kepadamu, hingga mendung berselimut larut dalam kedukaan di waktu siang.
Wahai pelindung kasih sayang
yang menghidupkan perasaanku dengan embun di antara bunga dan aroma kasih terasa di sepanjang jalan semerbak seperti dahan dan ranting.
Dan dalam kesunyian itu pun,
engkau menyulam namaku di atas semua huruf tentang namamu, hingga makna itu terjalin erat seperti yang telah ditakdirkan.
Maka demikianlah, kerinduanku telah terselubung ke dalam namamu dan menjadi pasangan jiwa atas namamu dan namaku.
Samirono, Agustus ’04
